Minggu, 18 Oktober 2009

FAKTOR FAKTOR AAKAH YANG MENYEBABKAN MANUSIA TIDAK MAU BERPIKIR ?

Ada banyak sebab yang menghalangi manusia untuk berpikir.
Satu, atau beberapa, atau semua sebab ini dapat mencegah
seseorang untuk berpikir dan memahami kebenaran.
Oleh karena itu, perlu kiranya setiap orang mencari faktor-faktor yang
menyebabkan mereka berada dalam kondisi yang kurang baik tersebut,
dan berusaha melepaskan diri darinya. Jika tidak dilakukan, ia tidak akan
mampu mengetahui realitas yang sebenarnya dari kehidupan dunia yang
pada akhirnya menghantarkannya kepada kerugian besar di akhirat.
Dalam Al-Qur'an Allah memberitakan keadaan orang-orang yang
terbiasa berpikir dangkal:
"Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang
mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai Dan mengapa mereka
tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan
langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan
dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya
kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan
dengan Tuhannya". (QS. Ar-Ruum, 30: 7-8)
Kelumpuhan mental akibat mengikuti kebanyakan orang

Satu sebab yang membuat kebanyakan orang tersesat adalah keyakinannya
bahwa apa yang dilakukan "sebagian besar" manusia adalah benar.
Manusia biasanya lebih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh
orang-orang disekitarnya, daripada berpikir untuk mencari sendiri kebenaran
dari apa yang diajarkan tersebut. Ia melihat bahwa hal-hal yang pada
mulanya kelihatannya janggal seringkali dianggap biasa oleh kebanyakan
orang, atau bahkan tidak terlalu dipedulikan. Maka setelah beberapa
lama, ia kemudian menjadi terbiasa juga dengan hal-hal tersebut.
Sebagai contoh: sebagian besar dari teman-teman di sekitarnya tidak
berpikir bahwa suatu hari mereka akan mati. Mereka bahkan tidak membiarkan
satu orang pun berbicara mengenai masalah ini untuk mengingatkan
tentang kematian. Seseorang yang berada dalam lingkungan yang
demikian akan berkata,"Karena semua orang seperti itu, maka tidak ada
salahnya jika saya berperilaku sama seperti mereka." Lalu orang tersebut
Faktor-faktor Apakah Yang Menyebabkan Manusia Tidak Mau Berpikir? 29
BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?
menjalani hidupnya tanpa mengingat kematian sama sekali. Sebaliknya,
jika orang-orang di sekitarnya bertingkah laku sebagai orang yang takut
kepada Allah dan beramal secara sungguh-sungguh untuk hari akhir,
sangat mungkin orang ini akan juga berubah sikap.
Sebagai contoh tambahan: ratusan berita tentang bencana alam, ketidakadilan,
ketidakjujuran, kedzaliman, bunuh diri, pembunuhan, pencurian,
penggelapan uang diberitakan di TV dan majalah-majalah. Ribuan
orang yang membutuhkan bantuan disebutkan setiap hari. Tetapi banyak
dari mereka yang membaca berita-berita tersebut, membolak-balik
halaman surat kabar atau menekan tombol TV dengan tenangnya. Pada
umumnya, manusia tidak memikirkan mengapa berita-berita semacam
ini demikian banyak; apa yang harus dilakukan dan persiapan-persiapan
apa yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya peristiwa yang sedemikian
mengenaskan; serta apa yang dapat mereka lakukan untuk
mengatasi masalah tersebut. Kebanyakan manusia menuding orang atau
pihak lain bertanggung jawab atas kejadian-kejadian tersebut. Dengan seenaknya
mereka melontarkan kata-kata seperti "apakah menjadi tanggung
jawab saya untuk menyelamatkan dunia ini?
Kemalasan mental

Kemalasan adalah sebuah faktor yang menghalangi kebanyakan manusia
dari berpikir.
Akibat kemalasan mental, manusia melakukan segala sesuatu sebagaimana
yang pernah mereka saksikan dan terbiasa mereka lakukan. Untuk
memberikan sebuah contoh dari kehidupan sehari-hari: cara yang digunakan
para ibu rumah tangga dalam membersihkan rumah adalah sebagaimana
yang telah mereka lihat dari ibu-ibu mereka dahulu. Pada
umumnya tidak ada yang berpikir, "Bagaimana membersihkan rumah
dengan cara yang lebih praktis dan hasil yang lebih bersih" dengan kata
lain, berusaha menemukan cara baru. Demikian juga, ketika ada yang
perlu diperbaiki, manusia biasanya menggunakan cara yang telah diajarkan
ketika mereka masih kanak-kanak. Umumnya mereka enggan berusaha
menemukan cara baru yang mungkin lebih praktis dan berdaya gu-
30
na. Cara berbicara orang-orang ini juga sama. Cara bagaimana seorang
akuntan berbicara, misalnya, sama seperti akuntan-akuntan yang lain
yang pernah ia lihat selama hidupnya. Para dokter, banker, penjual
É..dan orang-orang dari latar belakang apapun mempunyai cara bicara
yang khas. Mereka tidak berusaha mencari yang paling tepat, paling
baik dan paling menguntungkan dengan berpikir. Mereka sekedar meniru
dari apa yang telah mereka lihat.
Cara pemecahan masalah yang dipakai juga menunjukkan kemalasan
dalam berpikir. Sebagai contoh: dalam menangani masalah sampah,
seorang manajer sebuah gedung menerapkan metode yang sama sebagaimana
yang telah dipakai oleh manajer sebelumnya. Atau seorang walikota
berusaha mencari jalan keluar tentang masalah jalan raya dengan
meniru cara yang digunakan oleh walikota-walikota sebelumnya. Dalam
banyak hal, ia tidak dapat mencari pemecahan yang baru dikarenakan tidak
mau berpikir.
Sudah pasti, contoh-contoh di atas dapat berakibat fatal bagi kehidupan
manusia jika tidak ditangani secara benar. Padahal masih banyak masalah
yang lebih penting dari itu semua. Bahkan jika tidak dipikirkan,
akan mendatangkan kerugian yang besar dan kekal bagi manusia. Penyebab
kerugian tersebut adalah kegagalan seseorang dalam berpikir tentang
tujuan keberadaannya di dunia; ketidakpedulian akan kematian sebagai
suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari; dan kepastian akan
hari penghisaban setelah mati. Dalam Al-Qur'an, Allah mengajak manusia
untuk merenungkan fakta yang sangat penting ini:
"Mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, dan lenyaplah
dari mereka apa yang selalu mereka ada-adakan. Pasti mereka itu di
akhirat menjadi orang-orang yang paling merugi. Sesungguhnya orangorang
yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan
diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni surga;
mereka kekal di dalamnya. Perbandingan kedua golongan itu (orangorang
kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang buta dan tuli dengan
orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan
itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran
(daripada perbandingan itu)?" (QS. Huud, 11: 21-24)
Faktor-faktor Apakah Yang Menyebabkan Manusia Tidak Mau Berpikir? 31
BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?
"Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat
menciptakan (apa-apa) ? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran."
(QS. An-Nahl, 16: 17)
Anggapan bahwa berpikir secara mendalam
tidaklah baik
Ada sebuah kepercayaan yang kuat dalam masyarakat bahwa berpikir
secara mendalam tidaklah baik. Mereka saling mengingatkan satu sama
lain dengan mengatakan "jangan terlalu banyak berpikir, anda akan
kehilangan akal". Sungguh ini tidak lain hanyalah omong kosong yang
didengung-dengungkan oleh mereka yang jauh dari agama. Yang seharusnya
dihindari bukanlah tidak berpikir, akan tetapi memikirkan keburukan;
atau terjerumus dalam keragu-raguan, khayalan-khayalan atau
angan-angan kosong.
Mereka yang tidak memiliki keimanan yang kuat kepada Allah dan
hari akhir, tidak berpikir mengenai hal-hal yang baik dan bermanfaat,
akan tetapi hal-hal yang negatif. Sehingga hasil yang tidak bermanfaatlah
yang pada akhirnya muncul dari perenungan mereka. Mereka berpikir,
misalnya, bahwa hidup di dunia adalah sementara, dan bahwa mereka
suatu hari akan mati, akan tetapi hal ini menjadikan mereka putus harapan.
Sebab secara sadar mereka tahu bahwa menjalani kehidupan tanpa
mengikuti perintah Allah hanya akan menyengsarakan mereka di akhirat.
Sebagian dari mereka bersikap pesimistik karena berkeyakinan bahwa
mereka akan lenyap sama sekali setelah mati.
Orang yang bijak, yang beriman kepada Allah dan hari kemudian
memiliki pola pikir yang sama sekali berbeda ketika mengetahui bahwa
hidup di dunia hanyalah sementara. Pertama-tama, kesadarannya akan
kehidupan dunia yang sementara mendorongnya untuk memulai sebuah
perjuangan atau kerja keras yang sungguh-sungguh untuk kehidupannya
yang hakiki dan abadi di akhirat. Karena tahu bahwa hidup ini cepat
atau lambat akan berakhir, ia tidak terlenakan oleh ambisi syahwat dan
kepentingan dunia. Ia terlihat sangat tenang. Tak satupun peristiwa yang
menimpanya dalam kehidupan yang sementara ini membuatnya marah.Dengan ceria ia selalu berpikir tentang harapan untuk meraih kehidupan
yang abadi dan menyenangkan di akhirat. Ia juga sangat menikmati keberkahan
dan keindahan dunia. Allah telah menciptakan kehidupan dunia
dengan tidak sempurna dan penuh kekurangan sebagai ujian bagi
manusia. Ia berpikir bahwa jika dalam kehidupan di dunia yang tidak
sempurna dan cacat ini terdapat demikian banyak kenikmatan untuk manusia,
maka sudah pasti kehidupan surga amat tak terbayangkan lagi keindahannya.
Ia mendambakan untuk melihat keindahan yang hakiki di
akhirat. Dan ia memahami semua hal tersebut setelah berpikir secara
mendalam.

Berlepas diri dari tanggung jawab melaksanakan
apa yang diperoleh dari berpikir


Kebanyakan manusia beranggapan bahwa mereka dapat mengelak
dari berbagai macam tanggung jawab dengan menghindarkan diri dari
berpikir, dan mengalihkan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang lain.
Dengan melakukan yang demikian di dunia, mereka berhasil melepaskan
diri mereka sendiri dari beragam masalah. Satu diantara banyak hal yang
sangat menipu manusia adalah anggapan bahwa mereka akan dapat
membebaskan diri dari kewajiban mereka kepada Allah dengan cara tidak
berpikir. Inilah sebab utama yang membuat mereka tidak berpikir
tentang kematian dan kehidupan setelahnya. Jika seseorang berpikir bahwa
ia suatu hari akan mati dan selalu ingat bahwa ada kehidupan abadi
setelah mati, maka ia wajib bekerja keras untuk kehidupannya setelah
mati. Tetapi ia telah menipu dirinya sendiri ketika berkeyakinan bahwa
kewajiban tersebut akan lepas dengan sendirinya ketika ia tidak berpikir
tentang keberadaan akhirat. Ini adalah kekeliruan yang sangat besar, dan
jika seseorang tidak mendapatkan kebenaran di dunia dengan berpikir,
maka setelah kematiannya ia baru akan menyadari bahwa tidak ada jalan
keluar baginya untuk meloloskan diri.
"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu
selalu lari daripadanya. Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya
ancaman." (QS. Qaaf, 50: 19-20)
Faktor-faktor Apakah Yang Menyebabkan Manusia Tidak Mau Berpikir? 33
BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?
Tidak berpikir akibat terlenakan oleh kehidupan
sehari-hari
Kebanyakan manusia menghabiskan keseluruhan hidup mereka dalam
"ketergesa-gesaan". Ketika mencapai umur tertentu, mereka harus
bekerja dan menanggung hidup diri mereka dan keluarga mereka. Mereka
menganggap hal ini sebagai sebuah "perjuangan hidup". Dan, karena
harus bekerja keras, jungkir balik dalam pekerjaan, mereka mengatakan
tidak mempunyai waktu lagi untuk hal-hal yang lain, termasuk berpikir.
Akhirnya mereka pun terbawa larut oleh arus ke arah mana saja kehidupan
mereka ini membawa mereka. Dengan demikian, mereka menjadi tidak
peka lagi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar.
Namun, tidak sepatutnya manusia memiliki tujuan hidup hanya sekedar
menghabiskan waktu; bergegas pergi dari satu tempat ke tempat
yang lain. Yang terpenting di sini adalah kemampuan melihat kenyataan
sesungguhnya dari kehidupan dunia ini untuk kemudian menempuh jalan
hidup yang sebenarnya. Tidak ada satu orang pun yang mempunyai
tujuan akhir mendapatkan uang, bekerja, belajar di universitas atau membeli
rumah. Sudah barang tentu manusia perlu melakukan ini semua dalam
hidupnya, namun yang mesti senantiasa ada dalam benaknya ketika
melakukan segala hal tersebut yaitu kesadaran akan keberadaan manusia
di dunia sebagai hamba Allah, untuk bekerja demi mencari ridha, kasih
sayang dan surga Allah. Segala perbuatan dan pekerjaan selain untuk tujuan
tersebut hanyalah berfungsi sebagai "sarana" untuk membantu manusia
dalam meraih tujuan yang sebenarnya. Menempatkan sarana sebagai
tujuan utama adalah sebuah kekeliruan yang amat besar yang didengung-
dengungkan syaitan kepada manusia.
Seseorang yang hidup tanpa berpikir akan mudah sekali menjadikan
sarana tersebut sebagai tujuan. Kita dapat menyebutkan contoh-contoh
lain yang serupa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya: tidak dapat diragukan
bahwa bekerja dan menghasilkan berbagai hal yang bermanfaat
untuk masyarakat adalah perbuatan baik. Seseorang yang beriman kepada
Allah akan melakukan pekerjaan tersebut dengan bersemangat sambil
mengharapkan balasan Allah di dunia dan di akhirat. Sebaliknya jika se-
34
seorang melakukan hal yang sama tanpa mengingat Allah dan hanya
mengharapkan imbalan dunia, seperti mendapatkan jabatan tinggi agar
dihormati oleh masyarakat, maka ia telah melakukan kekeliruan. Ia telah
melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat digunakan sebagai sarana untuk
mencapai tujuannya, yakni mencari ridha Allah. Ketika menemukan
realitas yang sebenarnya di akhirat, ia merasa sangat menyesal karena telah
melakukan hal yang demikian. Dalam sebuah ayat, Allah merujuk ke
mereka yang terpedaya oleh kehidupan dunia sebagaimana berikut:
"(Keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti
keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu,
dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah
Faktor-faktor Apakah Yang Menyebabkan Manusia Tidak Mau Berpikir? 35
Satu diantara faktor yang paling penting dalam menghindarkan manusia dari berpikir
secara mendalam adalah kesibukan yang berlebihan dengan masalah sehari-hari.
BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?
menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu sebagaimana
orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu
mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya.
Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat;
dan mereka itulah orang-orang yang merugi." (QS. At-Taubah, 9: 69).
Melihat segala sesuatu dengan "penglihatan yang
biasa", sekedar melihat tanpa perenungan
Ketika melihat beberapa hal yang baru untuk pertama kalinya, manusia
mungkin menemukan berbagai hal yang luar biasa yang mendorong
mereka berkeinginan untuk mengetahui lebih jauh apa yang sedang
mereka lihat tersebut. Namun setelah sekian lama, mereka mulai terbiasa
dengan hal-hal ini dan tidak lagi merasa takjub. Terutama sebuah benda
ataupun kejadian yang mereka temui setiap hari sudah menjadi sesuatu
yang "biasa" saja bagi mereka.
Sebagai contoh, beberapa orang calon dokter merasakan adanya pengaruh
terhadap dirinya ketika pertama kali melihat jenazah. Saat pertama
kali satu di antara para pasien mereka meninggal dapat membuat mereka
termenung lama. Padahal beberapa menit yang lalu jasad tak bernyawa ini
masih hidup, tertawa, memikirkan rencana-rencana, berbicara, menikmati
hidup dengan wajah yang ceria. Orang yang tadinya hidup serta melihat
dengan mata yang ceria, berbicara tentang rencana masa depan, menikmati
sarapan di pagi hari mendadak terbaring tanpa ruh. Ketika pertama
kali mayat tersebut diletakkan di depan para dokter tersebut untuk diautopsi,
mereka berpikir segala hal yang mereka lihat padanya. Tubuhnya
membusuk demikian cepat, bau yang menusuk hidung pun tercium, rambut
yang tadinya terlihat indah menjadi demikian kusut hingga tak seorang
pun sudi menyentuhnya. Kesemua ini termasuk apa yang ada di benak
mereka. Lalu mereka pun berpikir: bahan pembentuk semua manusia
adalah sama dan jasad mereka akan mengalami akhir yang serupa, yakni
mereka pun akan menjadi seperti mayat yang mereka saksikan.
Namun, setelah berulang-ulang melihat beberapa mayat dan mendapati
beberapa pasiennya meninggal dunia, orang-orang ini pada ak-
36
hirnya menjadi terbiasa. Mereka lalu memperlakukan mayat-mayat, atau
bahkan para pasien mereka sebagaimana barang atau benda.
Sungguh, ini tidak berlaku terhadap dokter saja. Terhadap kebanyakan
manusia, hal yang sama dapat terjadi dalam kehidupan mereka. Sebagai
contoh, ketika seseorang yang biasa hidup dalam kesusahan dikaruniai
kehidupan yang serba berkecukupan, ia akan sadar bahwa semua yang
ia miliki adalah sebuah kenikmatan untuknya. Tempat tidurnya menjadi
lebih nyaman, tempat tinggalnya menghadap ke arah pemandangan yang
indah, ia dapat membeli apapun yang diinginkannya, menghangatkan rumahnya
di musim dingin sekehendaknya, dengan mudahnya pergi dari
satu tempat ke tempat yang lain dengan kendaraan, dan banyak hal lain
yang kesemuanya adalah kenikmatan baginya. Ketika membandingkan
dengan keadaan yang sebelumnya, ia akan merasa bersyukur dan bahagia.
Akan tetapi, bagi orang yang telah memiliki kesemua ini sejak lahir
mungkin tak pernah terlalu memikirkan tentang nilai dari semua kenikmatan
tersebut. Jadi, penilaian terhadap segala kenikmatan ini tidak
mungkin dilakukannya tanpa ia mau berpikir secara mendalam.
Lain halnya bagi seseorang yang mau merenung, tidaklah menjadi
persoalan apakah ia mendapatkan segala kenikmatan tersebut sejak lahir
atau di kemudian hari. Sebab ia tidak pernah melihat apa yang dimilikinya
sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Ia paham bahwa segala yang ia
punyai adalah ciptaan Allah. Sekehendak-Nya, Allah berkuasa mengambil
semua kenikmatan yang ada darinya. Sebagai contoh, orang-orang
mukmin ketika menaiki hewan tunggangan, yakni kendaraan, mereka
akan berdoa:
"Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat
Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengatakan:"
Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami
padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya
kami akan kembali kepada Tuhan kami." (QS. Az-Zukhruf, 43:
13-14)
Di ayat lain, dikisahkan bahwa ketika orang-orang yang beriman
memasuki kebun-kebun atau taman-taman mereka, mereka mengingat
Allah seraya berkata, "Atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada
Faktor-faktor Apakah Yang Menyebabkan Manusia Tidak Mau Berpikir? 37
BAGAIMANA SEORANG MUSLIM BERPIKIR?
kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah" (QS. Al-Kahfi, 18: 39). Ini
adalah sebuah isyarat bahwa setiap saat ketika memasuki taman-taman
mereka, muncul dalam benak mereka: Allah lah yang menciptakan dan
memelihara taman ini. Sebaliknya, seseorang yang tidak berpikir mungkin
takjub ketika pertama kali melihat sebuah taman yang indah, tetapi
kemudian taman tersebut menjadi sebuah tempat yang biasa-biasa saja
baginya. Kekagumannya atas keindahan tersebut telah sirna. Sebagian
orang sama sekali tidak menyadari nikmat tersebut dikarenakan tidak
berpikir. Mereka menganggap segala kenikmatan yang ada sebagai hal
yang "biasa" atau "lumrah" dan sebagai "sesuatu yang memang seharusnya
sudah demikian". Inilah yang menjadikan mereka tidak dapat merasakan
kenikmatan dari keindahan taman tersebut.
Kesimpulan: wajib atas manusia untuk menghilangkan
segala penyebab yang menghalangi mereka dari berpikir.
Sebagaimana telah dikatakan sebelumnya, fakta bahwa kebanyakan
manusia tidak berpikir dan hidup dalam keadaan lalai dari kebenaran tidak
menjadi alasan bagi seseorang untuk tidak berpikir. Setiap manusia
mempunyai kebebasan terhadap dirinya sendiri, dan ia akan bertanggung
jawab atas dirinya sendiri di hadapan Allah. Mesti senantiasa diingat
bahwa Allah menguji manusia dalam hidupnya di dunia. Sikap
orang-orang selain dirinya yang sering kali acuh, tidak mau berpikir, bernalar
ataupun memahami kebenaran adalah bagian dari ujian untuknya.
Seseorang yang berpikir dengan ikhlas tidak akan berkata,"Kebanyakan
manusia tidak berpikir, dan tidak menyadari akan hal ini, lalu mengapa
saya sendirian yang mesti berpikir?" Tetapi, ia akan menerima dan menjalani
ujian tersebut dengan memikirkan tentang kelalaian orang-orang
terebut, dan memohon perlindungan Allah agar tidak menjadikannya termasuk
dalam golongan mereka. Sudah jelas bahwa keadaan mereka bukanlah
alasan baginya untuk tidak berpikir. Dalam Al-Qur'an, Allah
memberitakan di banyak ayat bahwa kebanyakan manusia berada dalam
kelalaian dan tidak beriman:
"Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman - walaupun kamu
sangat menginginkannya." (QS. Yuusuf, 12: 103)
38
"Alif laam miim raa. Ini adalah ayat-ayat Al Kitab (Al QurÕan). Dan Kitab
yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi
kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya)." (QS. Ar-RaÕd, 13: 1)
"Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-
sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati".
(Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu
janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui," (QS. An-Nahl, 16: 38)
"Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu diantara manusia
supaya mereka mengambil pelajaran (dari padanya); maka kebanyakan
manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (ni'mat)." (QS. Al-Furqaan,
25: 50)
Di lain ayat, Allah menceritakan kesudahan dari mereka yang tersesat
akibat mengikuti kebanyakan manusia; dan tidak mematuhi perintah
Allah akibat melalaikan tujuan penciptaan mereka:
"Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah
kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan
yang telah kami kerjakan". Dan apakah Kami tidak memanjangkan
umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau
berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?
maka rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim
seorang penolongpun." (QS. Faathir, 35:37)
Berdasarkan dalil di atas, setiap manusia hendaknya membuang segala
sesuatu yang mencegah mereka dari berpikir untuk kemudian secara
ikhlas dan jujur memikirkan dengan seksama setiap ciptaan ataupun
kejadian yang Allah ciptakan, serta mengambil pelajaran dan peringatan
dari apa yang ia pikirkan.
Dalam bab berikutnya, kami akan menguraikan tentang berbagai hal
yang dapat dipikirkan dan direnungkan oleh manusia, yakni beberapa
peristiwa dan ciptaan Allah yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-
hari. Tujuan kami adalah untuk memberikan petunjuk tentang masalah
ini kepada para pembaca agar mereka mampu menjalani sisa hidupnya
sebagai manusia yang "berpikir dan mengambil peringatan dari apa yang
mereka pikirkan".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar